Wednesday, July 4, 2018

Doedoeng Zenal Arifin





Doedoeng, nama yang sarat makna. Ibunya pernah menjelaskan latar belakang pemberian namanya…
Kamu dinamai Dudung karena pada saat Mamah mengandung kamu ada Ajengan yang terkenal saat itu yang bernama Ajengan Dudung,” kata Ibunya lugas, “nama itu adalah sebuah harapan dan doa agar kamu setelah dewasa kelak menjadi Ajengan.” 
Dalam khazanah masyarakat Priyangan dan Sunda pada umumnya, nama Ajengan diberikan untuk figur ulama yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan Kiai.

Doedoeng lahir di sebuah kota kecil, kecamatan Panumbangan yang masih dalam wilayah kewedanaan Panjalu Kabupaten Ciamis. Ayahnya seorang pegawai Perum Perhutani, namanya Amat Nakmat. Tidak ada yang special dari Ayahnya ini. Hanya…. belakangan, 26 tahun kemudian saat akan menjadi pegawai di Behaestex, Doedoeng baru tahu bahwa Ayahnya ini ternyata seorang keturunan bangsawan Panjalu dari trah Candrawijaya. Tapi beliau tidak pernah mempersoalkan hal tersebut, karena semua manusia sama di hadapan Allah swt, kecuali ketaqwaannya.

Ibunya bernama Laeli Kamaliah, nama yang indah, artinya malam kemuliaan. Ibunya dilahirkan pada tanggal 17 Ramadhan yang dipercaya sebagai tanggal turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW. Ibunya memang berasal dari keluarga ulama. Ayah dan kakek dari Ibunya adalah seorang ulama yang cukup terkenal di Kecamatan Panumbangan, bahkan menjadi  ulama yang sering diundang dalam pertemuan para ulama di Kabupaten Ciamis.

Masa kecilnya dihabiskan di tanah kelahiran Panumbangan. Bersekolah cukup lengkap, mulai dari TK, MI (Madrasah Ibtidaiyah) yang setingkat dengan SD, sampai SMP semuanya di Panumbangan. Masuk SMA, hijrah ke Kota Tasikmalaya, karena saat itu di Kecamatan Panumbangan dan sekitarnya belum ada SMA. Walaupun termasuk wilayah kabupaten Ciamis, namun SMA di Ciamis lokasinya lebih jauh dari SMA 2 Tasikmalaya.
Di SMA, mengambil jurusan Fisika. Sejak MI, SMP, sampai SMA, nilai raport selalu baik, bahkan hampir selalu juara kelas. Prestasi inilah yang membuatnya mendapatkan kesempatan untuk lulus ITB pada tahun 1987 tanpa ujian, yang saat itu dikenal dengan istilah PMDK (Penelusuran Minat, dan Kemampuan). 

Pada masa kuliah, Doedoeng berkenalan dengan seluruh personil 7G. Persahabatan yang sangat erat dari semua personil 7G adalah dengan Kang Handian. Bukan berarti dengan 6 anggota lainnya tidak akrab, semua sangat akrab terlebih dengan kang Yudi yang kebetulan berasal dari Tasikmalaya. Ada hal yang menarik dengan kang Yudi ini. Kakaknya Kang Yudi adalah seniornya di PII (Pelajar Islam Indonesia). Uniknya lagi, istri kang Yudi adalah teman sebangku istrinya saat SMA. Kebetulan keduanya bersekolah di SMA 1 Tasikmalaya.

Sedangkan kang Dicky sering menjadi referensi untuk pelajaran dan latihan-latihan soal-soal saat perkuliahan. Adapun kang Dida, kang Wandi, kang Bahru, dan Kang Ozi (Fauzi), termasuk kang Aris adalah teman belajar yang uniknya seringkali belajar pada mata kuliah yang satu tingkat di bawah angkatan resmi Beliau sendiri….. bahkan dua tingkat di bawah…..hehehe

Kembali pada kang Handian, beliau menjadi sangat akrab karena dari seluruh anggota 7G yang aktif dalam pengajian adalah kang Handian ini. Beliau seringkali mengaji bersama baik di Masjid Salman ITB maupun di rumah kontrakan Jl Bagusrangin.

Alhamdulillah setelah puluhan tahun berinteraksi, ternyata seluruh anggota 7G menjadi sangat relijius, bahkan beberapa di antaranya seperti kang Dicky dan kang Aris mendalami ilmu agama secara serius. Sebuah anugerah yang luar biasa dalam persahabatan Beliau, mengingat fenomena seperti ini jarang ditemui dalam dunia yang kental dengan hedonism dan pemujaan terhadap material.

Sejak SMA, aktif dalam organisasi PII. Di PII inilah Doedoeng berkenalan dengan aktivis
putri Lia Sari Mulyati, yang kelak menjadi ibu dari lima anak-anaknya. Pada tahun  1992 lahir anak pertama, Irfan. Berturut-turut anak-anak yang kedua sampai kelima adalah Jihan, Faza, Farhan, dan yang paling kecil Nadine. Saat wisuda  Doedoeng adalah satu-satunya yang membawa anak saat wisuda.

Saat sudah bekerja, di PT. Behaestex Gresik. Dari perkenalan dengan senior alumni ITB di Jawa Timur tersebut, pada tahun 1997 Doedoeng mendapatkan kesempatan untuk ikut S2 di Studi Pembangunan ITB kelas Jakarta. Doedoeng mendapat beasiswa dari PT. Petrokimia Gresik yang saat itu Direktur Utamanya adalah Pak Rauf Purnama (alumnus Teknik Kimia ITB, asli Garut).

Ada kisah unik saat mengikuti S2 ini, yaitu ketika, tanpa terduga, Doedoeng sempat gemetar berhubungan kembali dengan dosen “killer”waktu S1 yaitu Prof. Saswinadi Sasmojo. Bagaimana tidak gentar, ia mengulang mata kuliah beliau yaitu Pengantar Analisis Sistem Teknik Kimia sampai tiga kali…!!!

Selama kuliah S2, dia juga bekerja sebagai asisten manajer Program S2 Studi Pembangunan
  ITB di Jakarta. Lulus dari S2 Studi Pembangunan ITB dengan predikat cum laude, Doedoeng mendapatkan kesempatan untuk mengikuti tes CPNS di Kementerian PU. Alhamdulillah lulus, dan pada tahun 2001 menjadi PNS. Sebuah profesi yang awalnya dibencinya, karena dalam benaknya ketika menjadi aktivis, PNS itu malas, korup, dan suka mempersulit keadaan.

Berkarir sebagai PNS dari bawah tidak membuat idealismenya luntur. Semangat belajar juga tetap membara. Pada tahun 2007 mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program S3 di Universitas Negeri Jakarta. Tiga tahun berikutnya, alhamdulillah berhasil menyelesaikan program S3 dengan predikat summa cum laude.

Sekarang mengemban amanah sebagai Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Jalan, Perumahan, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah -  Kementerian PUPR. Berkantor di Jl. Abdul Hamid, Cicaheum, Kec. Mandalajati, Kota Bandung, Jawa Barat 40195.



Saat kuliah S1, aktif di Menwa. Dunia militer memang salah satu hobi yang senang bertualang di alam bebas. Hobi yang juga mengantarkannya menjadi aktivis di pramuka. Di Menwa inilah banyak belajar senjata api. Sejak itu ia juga menekuni hobi mengkoleksi dan berlatih senjata, mulai dari senapan angin sampai senapan api.

Setelah lebih dari 20 tahun hidup terpisah dengan keluarga. Sejak resepsi pernikahan tahun 1991, Beliau tinggal di kota yang berbeda. Pada tahun 2013 akhirnya Beliau punya rumah dan tinggal bersama di Jalan Peninggaran Barat, kawasan Tanah Kusir,  Kebayoran Lama Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

3 comments:

  1. ass..
    nepangkeun abdi reza ti palihan ciamis putra rd.siti sulasmini (mimin) incu rd. abdul fatah panjalu
    mugia mang dudung sukses teras, sehat salawasna aya dina lindungan alloh swt
    slm kuli jalan tjiamiez

    ReplyDelete
  2. Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh. Hatur nuhun Alo Reza tiasa tepang sok sanaos Dina Ramat loka blogspot. Salam baktos kanggo Ceu Mimin (saleresna mah uwa). Margi pun Bapa ka Aki Abdul teh pernahna Uwa.

    ReplyDelete
  3. Muhun .. sami2 htr nhun 🙏
    Upami ka palihan pangandaran kabaran
    Abdi ayeuna mah kaleresan di pangandaran om

    ReplyDelete