Josua Decardo Siregar memang luar biasa, selain namanya yg cetar membahana, sohib saya yang satu ini cool banget orangnya. Pinter dan bisa main musik sekaligus bassist di group band SMA. Selain family man, dia juga guru vocal terbaik saya yang pertama.
Prediksi
kita betul, 'Jos' begitu biasa dipanggil lulus duluan. Kebanggan berikutnya Jos
langsung diterima di Pupuk Kaltim Bontang. Kupikir jejak Jos bakalan sulit
diikuti anggota 7G yg lain nih.
Acara
perpisahan pun dirancang. Syukuran di Bandung, foto bareng di Jonash, dan
diakhir dengan mengantarkan Jos terbang ke Kaltim. Percis kayak di pelem2 jaman
itu. Foto bareng di Jonash dgn dresscode batik lengan panjang sangat
"sesuatu" sampai sekarang. Dan masih terpampang megah menghiasi
dinding ruang perpustakaanku.
Satu
demi satu acara perpisahan dengan Jos kita laksanakan dengan berbagai nuansa,
akhirnya tiba waktunya kami mesti mengantar Jos ke Jakarta. Untuk menghemat
biaya serta lebih mempererat persahabatan, pick up putih Wito jadi pilihan untuk
mengantar kepergiannya. Masalah kemudian timbul, karena hanya 3 orang yang bisa
duduk di ruang kemudi, sedangkan sisanya harus di bak terbuka. Naik di bak
terbuka pasti akan menimbulkan masalah lagi. Selain gak nyaman, juga pasti jadi
obyek tilang oleh polisi. Soal gak nyaman mudah diatasi, nah soal polisi
gemana?? Akhirnya diputuskan penumpang di bak belakang harus tiduran pada saat
masuk Jakarta. Terpal bak pick up harus terpasang datar sehingga tetap
mengesankan nggak ada barang.
Saya,
Handian dan Wito duduk di ruang kemudi. Pemilihan posisi tergantung dari
kepemilikan mobil dan kemampuan mengendarai mobil, hapal jalan, dan tentunya
persiapan menghadapi polisi. Bahru, Wandy dan Yudi duduk, eh tiduran di bak
pick up. Sementara Jos ke Jakarta naik kereta karena sdh dibiayai oleh PKT.
Sepanjang
perjalanan dipenuhi guyonan dan cerita selama di kampus, tapi entah para
sahabat saya di bak belakang. Saya tetep percaya kebahagian bukan masalah
kondisi, tapi kebahagian yang akan menciptakan kondisi itu sendiri, aku bicara
dalam hati.
Akhirnya
sampailah kami di bandara untuk melepas kepergian sahabat kami yang terpintar.
Tanpa sadar entah kenapa mata kami sdh basah, oh.. sungguh indah persahabatan
itu... terimakasih ya Allah. Dan saya pun yakin, badan pegal-pegal sahabatku yg
tidur di bak belakang pun juga sudah hilang..
Waktu itu kita gak sempet nanya ke Jos,
kira-kira dapat gaji dan fasilitas kayak apa, karena buat kita itu bukan acuan,
malah akan memberatkan beban pikiran kami. Tapi saya pikir insya Allah Jos
cocok dengan karakter BUMN. Saya tahu cukup banyak tentang Jos, proud of you Josua...
Jakarta, 9 Juni 2018
By Dicky Ahmad Gustyana
No comments:
Post a Comment